Pandemic Covid-19 yang tengah melanda dunia telah menuai kisah pedih dari berbagai lapisan masyarakat. Virus itu tidak hanya membunuh rakyat jelata, tapi juga menyerang dan membunuh para pejabat negara. Laporan terkini dari World Health Organization dalam laporan Coronavirus disease (Covid-19) Pandemic pada tanggal 23 April 2020 menunjukan bahwa virus ini telah membunuh 107,825 di dunia dari 2.549. 632 kasus yang terkonfirmasi di 213 negara atau wilayah.

Dalam laporan BBC “ Coronavirus: Greatest test Since World War Two, Say UN chief”, Antonio guterres, sekjen PBB menyebut pendemic Covid-19 sebagai tantangan terberat bagi dunia setelah perang dunia kedua. Dampak virus mematikan itu tidak hanya mengancam setiap orang, tapi juga berpotensi mengakibatkan resesi ekonomi global . Pembunuh senyap itu kini sedang mengancam dunia, meneror setiap pijakan langkah manusia. Seketika, tatanan kehidupan berubah, virus itu memaksa setiap orang untuk merubah rutinitasnya.

Kultur perusahaan dan institusi pemerintahan berubah seketika. Institusi pendidikan di Indonesia meniadakan pembelajaran tatap muka di ruang kelas dan menggantikannya dengan belajar mandiri secara online.Para orang tua kini mencoba menjadi guru di rumah masing-masing bagi anak-anak mereka. Mereka dituntut bisa memahami dan membimbing semua mata pelajaran yang dipelajari siswa di rumah. Seketika juga, guru dan dosen diharuskan untuk memiliki keterampilan baru yakni, mengajar di depan kamera, mencoba mengoperasikan berbagai aplikasi pembelajaran online yang memungkinkan siswa dan pengajar dapat berkomunikasi, serta mencoba mendesain bahan pelajaran dalam berbagai media online.

Sedangkan siswa dan mahasiswa di perguruan tinggi tidak hanya dipusingkan dengan mempelajari penggunaan aplikasi belajar online, tetapi juga harus bisa menanggung biaya akses internet yang cukup mahal untuk mengikuti kelas online. Apalagi biaya dan kemampuan akses internet berbeda-beda pada setiap wilayah di Indonesia.Meskipun, kini abad digital, tidak semua wilayah di Indonesia memiliki jaringan internet yang memadai dan biaya akses yang sama. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam Laporan survey “ Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet di Indonesia tahun 2017” mengindikasikan bahwa di wilayah Indonesia Timur (Maluku dan Papua) menempati persentase terendah dalam memperoleh akses internet. Hanya 2% warga yang memiliki akses terhadap internet jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah di luar Papua seperti pulau Jawa yang hampir 60% masyarakat telah menggunakan internet. Angka itu mengindikasikan bahwa akses terhadap internet di wilayah Timur Indonesia (Maluku-Papua), masih sangat terbatas. Kapasitas lembaga pendidikan dalam memberikan akses internet kepada siswanya pada jam sekolah masih sangat minim. Jangankan mendesain perkuliahan secara online,masih banyak institusi pendidikan yang belum memiliki jaringan internet yang memadai.

Kuliah online bukanlah sesuatu yang sulit, bukan pula sesuatu yang baru jika telah dipersiapkan dengan baik. Banyak universitas di dunia telah menyelenggarakan pendidikan secara online (online degree) dari level non gelar, gelar strata satu, strata dua hingga jenjang doktoral, dengan kurikulum dan kualitas pembelajaran yang setara dengan kuliah tatap muka di ruang kelas. Di Indonesia paling tidak ada sekitar sepuluh perguruan tinggi yang telah mampu menawarkan program kuliah online pada jenjang strata satu. Sedangkan di wilayah seperti Papua, kuliah atau belajar secara online bagi kebanyakan pelajar maupun mahasiswa adalah sesuatu yang baru. Demikian juga dengan para guru dan dosennya. Hal itu bisa tercermin dari praktik pembelajaran di dalam kelas, dimana tidak banyak para pengajar yang memperkenalkan pembelajaran mandiri. Tidak banyak para pengajar yang memperkenalkan konten-konten pendidikan yang bisa diakses oleh mahasiswa dalam mencari referensi bacaan dalam mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, atau memperkenalkan penggunaan aplikasi-aplikasi digital dalam pembelajaran dalam perkuliahan. Para pengajar jarang memberikan pengalaman belajar online atau jarak bagi mahasiswa dalam praktek pembelajaran di kampus dan sekolah-sekolah.

Selain itu, banyak siswa maupun mahasiswa yang minim inisiatif untuk belajar secara mandiri. Sehingga secara umum, Kuliah atau belajar online belum menjadi tradisi akademik di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah menengah. Di Papua misalnya, penggunaan email untuk berkonsultasi, atau mengirimkan tugas-tugas perkuliahan, mungkin hanya dilakukan oleh sebagian kecil dosen atau guru. Demikian juga dengan para pelajar dan mahasiswa, hanya sebagian kecil pula yang tahu membuat dan menggunakan email ( email gratis seperti Gmail atau Yahooo Mail). Ketika mahasiswa diminta untuk menyerahkan tugas lewat email, banyak dari mereka yang tidak memiliki akun email. Anehnya, mereka memiliki akun Facebook. Email mereka ternyata dibuatkan oleh teman dan hanya untuk membuat akun media sosial, sehingga mereka tidak bisa mengoperasikannya. Ketika mengirimkan tugas, banyak dari mereka yang harus menumpang pada email teman, dan meminta bantuan teman untuk mengirimkan tugas mereka. Jika demikian, apakah mereka tahu bagaimana menemukan sumber-sumber literature terpercaya (online), apakah juga tahu tentang aplikasi-aplikasi pendidikan yang lain, seperti Turnitin, Mendeley dan sebagainya. Ini adalah contoh paling sederhana bahwa kita belum memiliki kultur akademik untuk menyelenggarakan pembelajaran online.

Kenyataan ini telah membuka mata kita bahwa we are too late dalam memanfaatkan teknologi internet untuk pembelajaran online. Akan tetapi itu tidak berarti harus angkat tangan dan menolaknya. Bahwa masih banyak pelajar dan mahasiswa yang belum paham, masih banyak pula lembaga pendidikan yang belum siap untuk menyelenggarakan pembelajaran secara online, menjadi perhatian bersama.Situasi darurat saat ini menuntut setiap orang agar bisa menjalani sesuatu di luar tradisinya. Pandemi Covid-19 ini tidak hanya menjadi tantangan terbesar bagi dunia medis di , tapi juga menjadi ujian berat bagi dunia pendidikan di Indonesia, khusus di Papua. Ketahanan dan kapasitas institusi pendidikan kini ditantang untuk melangkah lebih cepat dan pasti, bukan lagi slowly but sure. Kita telah jauh tertinggal, oleh sebab itu kita harus berlari lebih kencang jika tidak ingin tertinggal lebih jauh.Kita berharap, semoga Pandemic ini akan segera berakhir dan kita akan menyaksikan wajah baru dunia pendidikan di Indonesia.