Pagi ini cukup dingin, itu terasa ketika hendak keluar dari kamar tidur menuju kamar mandi, meskipun kini musim panas sudah separuh terlewati. Perakiran suhu pagi ini pada telepon genggamku menunjukan angka 8 derajat Celcius . Ini sudah terasa cukup dingin bagi saya, atau mungkin juga bagi mereka yang telah terbisa hidup di belahan bumi yang selalu bermandikan panas matahari sepanjang tahun. Bisa menggigil kedinginan atau jika tidak mengenakan jumper atau jacket penghangat ketika keluar rumah. Kata orang di sini, ini adalah typical cuaca di Inggris sepanjang tahun, dan suka atau tidak harus dinikmati.
Tahun ini bahkan jarang bertemu sinar matahari hangat, mungkin cocok dengan istilah the year without summer, dan iya, kata beberap orang pengajar di kampus bahwa sejak beberapa tahun terakhir ini memang agak berubah, ada yang mengatakan bahwa ini kemungkinan merupakan efek pemasasan global. Hmmm.. mungkin juga. Awan tebal selalu menutupi hampir seluruh kota Birmingham dengan suhu yang selalu naik turun dan hujan bisa terjadi dua hingga tiga kali dalam sehari. Angka delapan hingga limabelas derajat Celcius adalah kisaran temperature suhu umum sepajang musim, jarang bisa menikmati summer dengan matahari cerah dengan suhu di atas lima belas derajat Celsius hingga merasa kepanasan seperti di kampung halaman. Ini adalah resiko dari pilihan yang telah saya tempuh, berangkat meninggalkan negeri yang hangat dan kaya dengan kuliner menuju benua yang memiliki empat musim.
Pagi ini saya harus kembali dengan rutinitas saya. Kembali duduk di perpustakaan lima lantai itu, membaca dan mencari-cari di mana bisa menemukan jalan untuk mengeksplorasi ide-ide buram yang masih acak-acakan dalam kepala saya ini. Seperti biasa, sebelum kembali ke gedung tinggi itu, saya selalu membaca kembali lagi agenda yang akan saya lakukan hari ini. Agenda hari ini semuanya masih berkaitan dengan mencari buku, jurnal dan membacanya serta membuat catatan ringkas. Ada enam buku dan empat jurnal yang harus saya cari pagi ini dan dibaca di sana, belum tahu berapa ratus halaman setiap buku dan jurnal itu. Mugkin saya akan membuat bebrapa ringkasan, meminjam buku atau mungkin foto copy beberapa halaman untuk dibawa ke rumah. Ah, tapi sebelum berangkat harus ku nikmati dulu secangkir kopi hangat pagi ini, kopi torabika dari Indonesia pemberian teman yang baru saja pulang liburan beberapa hari lalu.
Di sini cukup enteng, hanya dengan menekan tombol pada kettle, dalam dua menit kopi torabika telah jadi dan siap dinikmati. Hmmm…, aroma kopi ini seakan membangkitkan semangatku untuk menerobos kebekuan pagi ini, otak ini terasa seperti disuntik cairan idea. Ide itu seakan muncul dan mengalir bersama aroma kopi ke dalam otak. Ah, ini memang benar apa kata orang bahwa kopi itu dinikmati bukan diminum. Meminum dengan menikamti itu jelas berbeda. Bahkan di kampung halaman saya, kopi adalah minuman yang disajikan ketika hendak membicarakan sebuah persoalan yang terjadi dikampung. Kebiasaan menikamti kopi dikampung bahkan dipercaya memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri dalam masyarakat, kopi mampu menjembatani kembali relasi-relasi yang hampir retak dan menggairahkan kembali relasi-relasi yang lusuh di masyarakat, bahkan kopi memilki kekuatan magis yang mampu menghubungkan manusia dengan dunia supranatural.
Bergegas ku sarung jaket penghangat, mengambil tas dan berjalan menuju perpustakaan yang terletak persisi di tengah gedung -gedung kampus University of Birmingham. Sudah pukul sepuluh lewat tiga puluh dua menit, hari ini aku agak telat tiba di perspustkaan tapi tak apalah. Segara ku masuk ke perpustakaan dan mencari dari lantai satu ke lantai lainnya, mencari dari zona ke zona menemukan buku-buku yang diinginkan berdasarkan panduan katalog perpustkaan yang telah dicatat semalam. Saya harus berjuang mengumpulkan buku-buku yang hendak dibaca, mencari dan memperhatikan setiap detail kode register buku di setiap deretan rak-rak buku agar bisa cepat menemukan buku-buku dimaksud. Hampir satu jam akhirnya buku-buku dan jurnal terkumpul. Tumpukan buku setebal dua batal kepala itu ku tatap dalam-dalam, dan perlahan-lahan membuka satu demi satu. Menandai halaman-halaman yang kiranya menarik untuk di catat atau dicopy.
Ah,.. tak terasa rutinitas ini sudah kujalani di sini selama kurang lebih setahun dan saya sangat menikmatinya dan tidak pernah merasa bosan. Sesekali terasa buntut, dan selalu ada waktu untuk refreshing. Saya bahkan merasa setahun terlalu singkat untuk belajar di universitas dengan koleksi buku yang berlipah ruah di perpustakaan. Kali ini saya benar-benar merasa sedang menuntu ilmu, jika saya bandingkan saat kuliah S1, yang kadang asal-asalan yang penting lulus, sebab tidak terlalu paham plus buku penunjang yang minim. Kali ini rasa ingin tahu saya semakin dalam terhadap teori-teori atau konsep-konsep ilmu sosial, dan semakin menarik bagi saya jika menulis atau membaca tentang perdebatan sebuah teori atau menjelaskan sebuah realita sosial dengan teori-teori yang saya baca dan pahami. Rasanya hari saya hampa jika sehari saya lewati tanpa menulis atau sesuatu atau tidak membaca buku-buku yang saya sukai. Mungkin belajar itu seperti secangkir kopi, yang harus dinikmati di resapi aromanya, demikian belajar jika telah dinikamati dan diresapi maka selalu saja ada kenikmatan tersendiri dan tidak akan pernah merasa bosan atau puas dalam belajar.