Ini adalah kali kedua saya mengunjungi negeri yang tersohor dengan menara Eiffel itu. Enam tahun yang lalu saya berada di bawah menara ini dan menikmati suasana saat malam tiba hingga orang bubar perlahan-lahan dari bawah menara baja tua itu. Para pengunjung yang datang di bawah menara Eiffel secara kasat mata, saya bisa mengatakan bahwa kebanyakan masih didominasi oleh warga dari negeri Tirai Bambu, disusul Italia dan negara-negara lainnya, kondisi ini masih tidak berbeda seperti ketika saya berada di bawah menara ini enam tahun lalu.
Mungkin tidak terbayang dalam benak bahwa Negara maju seperti Perancis dengan kota semegah Paris, ada begitu banyak pengemis dan pedagang kaki lima, layaknya penjual minuman dingin, atau kopi di tugu Monas Jakarta atau di tempat lainnya. Ya, namun itulah realita dari globalisasi hari ini. Sebagian warga semakin berjaya, namun sebagian lagi makin terpinggirkan dari arus ekonomi dan ekspansi korporasi dunia yang tanpa batas ini. Kota semegah Paris bisa kita jumpai pengemis di sudut-sudut kota, tepi jalan hingga stasiun kereta. Demikian juga dengan pedagang kaki lima tidak resmi yang menggelar jualan mereka di pusat-pusat keramaian seperti di bawah manara Eiffel dan Trocadero. Pedagang kaki lika yang resmi memang ada, dan memiliki tempat/ruang untuk berjualan berbeda dengan mereka yang illegal. Mereka hanya memanfatkan keramain orang yang berkunjung ke menara Eiffel dengan menawarkan jualan berupa pernak-pernik cenderamata dengan menggelarnya di atas trotoar.
Kondisi seperti ini sebetulnya bukan pertama kali saya temui. Tahun 2012, ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di Kota Paris, dan ketika berada di bawah menara Eiffel, saya telah menyaksikan kondisi seperti itu. Para penjualnya pun masih warga imigran kulit hitam yang kemungkinan dari wilayah Maghrebi (Maroko), itu bisa kita kenal ketika kita menemukan mereka bersalaman, dimana mereka selalu menggunakan salam ala Muslim ‘assalamu alaikum warahmatullahi barakathu.’ Namun di tahun 2017 ini, saya menemukan suasana yang sedikit berbeda, khususnya para pedagang kaki lima (tidak resmi) di bawah menara Eiffel. Jika enam tahun lalu saya hanya melihat warga Meghrebi menjual pernak-pernik dan cerderamat berupa miniatur menara Eiffel kepada para pengunjung, kini saya jika melihat orang India secara bergerombolan memabwa berbagai jenis minuman botol (bir, anggur, campanye) dan ditawarkan kepada para pengunujung. Sebagaian dari mereka membawa jualannya dalam ember pastik yang telah diberi es batu. Sebagian lagi hanya memegang botol-botol itu pada kedua tangan mereka dan berjalan menawarkannya kepada pengunjung di bawah menara Eifffel.
Kedua kelompok penjual kaki lima itu selalu menggelar jualan mereka sesuka hati mereka alis sembarangan di hampir setiap sudut jalan dan trotoar, tempat kumpul pengunjung. Paris yang dikenal sebagai kota dengan selera estetika yang tinggi itu seakan tercoreng, keindahan itu seakan dikotori oleh mereka. Sehingga, polisi selalu membubarkan mereka, dan mereka juga selalu mewaspadai jika ada polisi yang datang.
Beberapa kali saya menyaksikan para penjual itu tiba-tiba membungkus julan mereka, dan berlarian pergi berlalu ke sudut-sudut taman, ketika ada polisi yang tiba. Beberapa kali jug saya menyaksikan, ada beberapa penjual yang tertangkap polisi. Namun, barang-barang jualannya tidak diambil atau disita polisi, sehingga ketika polisi telah pergi, para pedagang kaki lima liar itu kembali lagi menggelar jualan mereka di trotoar. Saya memperhatikan bahwa kondisi ini telah terjadi beluang kali. Enam tahun lalu saya menjumpai para kaki lima penjual souvenir dari Maghrebi itu dengan leluasa menggelar dan menawarkan jualan mereka di bawa menara Eiffel hingga ke Trocadero. Saya meduga kebiasaan saling kejar antara polisi dan penjual kaki lima ini, baru diberlakukan, sebab enam tahun lalu, saya tidak menemukannya. Selanjutnya, ketika hendak masuk ke dalam areal ( persis di bawah tower) juga kini harus melalui pemeriksaan yang ketat, tidak sebebas dulu atau enem tahun lalu, dimana pengunjung bebas masuk dan keluar tanpa melalui pemerkisaan. Kemungkinan pemeriksaan itu harus diberlalukan mengingat ledakan bom oleh teroris yang pernha terjadi beberapa bulan yang lalu di Paris.