Garuda Indonesia, Jakarta- Osaka

Garuda Indonesia, Jakarta- Osaka

Kali ini saya berada dalam pesawat Garuda Indonesia Airbus A332 Jet tujuan Kansai International Airport (KIX) Osaka dari Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng. “Penerbangan ini adalah penerbangan tanpa asap rokok” begitu kata awak kabin. Saya agak terlambat masuk ke dalam kabin pesawat karena antrian yang panjang, dan begitu berada dalam pesawat dan menemukan seat saya, sudah begitu banyak penumpang yang ada dalam pesawat berbadan besar itu. Ketika pesawat lepas landas tak lama kemudian kabin pesawat terasa sepi, hanya deru mesin jet yang memecah kesenyapan angkasa luas, entah ke mana berujung. Ini penerbangan malam, dan kami akan menjelajahi angkasa selam 7 (tujuh) jam penerbangan dengan jarak lebih dari 3341 miles. Rencananya akan tiba di Osaka esok pagi sekitar pukul 8 (delapan). Bagi saya ini perjalanan yang cukup panjang sebab saya barus saja menempuh perjalanan lebih dari 2000 miles dari Jayapura – Jakarta.

KIX Kansai , Airport yang Menakjubkan di Tengah Laut

Saya menggeser penutup jendela, dan memandang jauh ke luar, nampak fajar telah muncul dari sebelah timur laut pasifik, cahaya kuning keemasan itu memberi sebuah pemandangan langit yang menakjubkan. Tidak terlalu lama pesawat ini akan landing di Kansai International Aiport (KIX) di Osaka. Dari sisi jendala itu saya terus mengamati laut dan pulau-pulau hingga pesawat kami mendarat di atas landasan pacu yang berada di tengah laut itu. Saya hanya terheran-heran hingga berada dalam gedung terminal, bagaimana pemerintah Jepang mengambil sebuah keputusan untuk membangun bandara Kansai di tengah laut seperti ini. Kalau soal bagaimana konstruksinya, tidak perlu dipertanyaakan lagi untuk negara maju sekelas Jepang.

IMG_20151021_095119

Rupanya ini adalah bagian dari strategi pemerintah Jepang untuk memajukan pariwisata dan pembangunan di wilayah Barat Jepang. Strategi itu nampak jitu, dengan membangun bandara Internasional Kansai di Osaka, dimana dahulunya wilayah Barat Jepang sangat tertinggal dari sisi pariwisata. Padahal di sana ada kota’ Kyoto’ Nara, Nagoya, Hiroshima Nagasaki, adalah nama kota-kota itu masih tertanam dalam benak saya SMP, dan tentunya kota-kota itu adalah bagian penting dari destinasi para wisatwan di Jepang saat ini. Sebelum dibukanya Kansai Airport (KIX), umumnya para wisatwan hanya melalui Tokyo, sehingga terkesan yang lebih maju dan berkembang pesat adalah kota Tokyo dan beberapa kota di sekitarnya hingga ke Hokokaido. Dari Kondisi itulah Pemerintah Jepang mengambil langkah strategis untuk mengebangkan ekonomi wilayah Barat Jepang dengan membangun Bandara Kansai, yang teretak di tengah laut. Pemerintah Jepang sangat barambisi untuk itu hingga membuat pulau buatan (artificial Island) untuk membangun bandara KIX. Entah beberapa ratus trilyun yang dihabiskan jika memperhatikan konstruksi infrastrukturnya. Strategi itu bukan isapan jempol, sebab sejak 2004 Bandara ini telah menerbangkan lebih dari seratus juta penerbangan, dan sebagaian besar adalah penerbangan internasional, dan tentunya ratusan juta orang telah masuk dan keluar di sana.

Ah, saya harus melewati imigrasi check point, di sana orang telah berbaris antri. Setelah melewati check point, dan mendapatkan bagasi saya, saya kemudian mencari kantor JR Railway untuk menukarkan coupon JR Pass exchange yang telah saya beli di Kantor HIS Jakarta. Oh, iya saya memesan JR PASS secara online, seminggu sebelum keberangkatan . Dengan memperhitungkan kebutuhan dan rencana lama tinggal di Jepang, saya akhirnya membeli Green JR RAIL PASS days (Adult) seharga, 4,355,000. Berhubungan terbasanya waktu pengeriman maka saya memutuskan untuk mengabilnya secara langsung di Kantor HIS di Mid Plaza 1 Building Jalan Jenderal Sudirman. Di sana saya disambut ramah dan di sana juga saya memperoleh banyak informasi terkait pariwisata di Jepang, dari brosur hingga majalah secara gratis.

Berbekal informasi tipis itu, saya berdiri di hall terminal bandara KIX dan mempertimbangkan apakah harus membeli kartu handphone baru, atau menyewa wireless modem, yang ada di bandara. Namun sebelumnya saya harus membeli Yen Jepang, sebab uang yang ada dalam saku saya semuanya IDR dan beberapa lembar USD. Saya memang sengaja tidak menukarkannya di Indonesia, sebab dari beberapa informasi yang saya peroleh bahwa di Bandara Kansai ada banyak tokoh jual-beli mata uang asing, dengan harga yang relatif lebih baik daripada di Indonesia. Iya , nampak informasi itu benar, IDR saya dibeli dengan harga cukup baik.

Karena minim informasi terkait Bandara KIX , secara khsus dimana saya bisa menemukan limousine bus, di mana saya bisa menukarkan JR Pass Coupon , dan diman saya harus ke Shinkansen Stasion. Saya mengambil beberapa flayer dan brochure yang ada di bandara, duduk dan melihatnya satu per satu. Meskipun umumnya menggunakan bahasa Jepang dengan tulisan kanji, sebagian lagi telah dalam bahasa International lainya. Dari satu brosur saya menemukan denah bandara KIX dan tahu ke arah mana saya harus menuju. Di bandara KIX juga ternayat telah meyediakan praying room ( mushalla) bagi warga muslim yang hendak melaksanakan shalat, juga terdapat restoran halal food. Sayangnya, saya tidak sempat pergi dan menikmati makanan di resoran tersebut.

Menikmati Shinkansen dengan Ordinary 7 Days JR  Rail Pass.

Dari sisi kiri saya berjalan menuju eskalator dan naik ke lantai atas di mana ada terdapat loket penukaran Coupon JR Pass. Nampak di sisi kiri sebuah bilik bertuliskan JR Ticket Office, Rail Pass Exchange rail. Untuk memastikan bahwa itu adalah tempat penukaran coupon JR Pass, saya lalu bertanya kepada seorang gadis cantik yang sedang berdiri, ia adalah relawan (volunteer guide) yang telah dilatih untuk memberikan informasi terkait Jepang kepada pengunjung yang membutuhkan. Ia sungguh fasih berbahasa inggris. Gadis itu pun mengarahkan saya ke sana dan menujukan ke mana saya harus menunggu kereta.

Loket penukaran JR Railway Pass di Bandara Kansai

Loket penukaran JR Railway Pass di Bandara Kansai

Ketika masuk dalam ruangan JR Ticket Office itu, ada begitu banyak orang yang sedang antri, untuk pembelian ticket dan penukaran JR Rail Pass Order. Saya pun ikut antri. Hanya dalam beberapa menit, ‘ yahuud’ JR Pass saya sudah saya pegang, sekaligus saya melakukan reservasi tempat duduk, karena untuk JR Rail ordinary pass, seat harus di-booking lagi secara terpisah ketika hendak berangkat, itu jika hendak booking, namun sebentulnya bisa masuk kereta saja dan duduk pada tempat yang kosong. Berbeda dengan Green Pass. Usai booking seat, saya pun langsung menuju ke JR Station untuk menunggu kereta menuju Osaka dan selanjutnya menuju Kobe. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya kereta yang akan saya tumpangi tiba, dan perjalanan menlusuri Jepang pun dimulai. Kurang lebih 45 menit perjalanan akhirnya tiba di Osaka shinkasen station. Dari layar informasi kereta nampak 15 menit lagi kereta menuju Kobe akan tiba. Mengisi waktu itu, saya mencari tempat untuk makan siang, dan saya menemukan sebuah restoran yang cukup menarik perhatian saya. Saya membeli sekotak makanan (bento) yang di dalamnya berisikan ikan, dan sayur. Karena keasikan menikmati santap siang, saya ketinggalan kereta. Namun saya tidak khawatir, sebab saya mengantongi JR Pass, saya bebas menggunakan kereta JR kapan saja, dimana saja, terekcuali Nozomi shinkansen. Setelah menunggu, tak lama kemudian Sakura Shinkansen tiba, saya akan menumpang kereta ini menuju Kobe, yang dalam catatan saya, hanya sekitar 15 menit dengan Shinkansen.

Kobe dan Ribuan Internet Hotspot Gratis

free internet hotspot kobe

Free internet hotspots Kobe

Ketika shinkansen yang saya tumpangi berhenti di Statsiun Kobe, bergegas saya mengambil tas saya, keluar dari kereta dan turun ke lantai dua terminal. Saya akan menuju ke hotel yang telah saya booking lebih dua pekan lalu. Akan tetapi, saya masih belum tahu harus ke arah mana. Saya juga agak sulit memahami peta dengan jalan yang begitu banyak. Satu-satunya alat yang saya andalkan GPS dari ponsel saya, namun itu bisa saya gunakan jika HP terkoneksi dengan internet. Dari HP saya sebetulnya terdeteksi begitu banyak signal WiFi, namun mengekasesnya butuh password. Karen tidak bisa terkoneksi, saya kemudian menuju ke bilik tourism information yang ada di lantai dasar terminal itu. Di sana ada seorang gadis manis yang sedang memandu seorang ibu untuk menuju ke tempat tujuannya melalui peta

Ketika saya merapat, gadis itu kemudian menyapa saya, saya kemudian memintanya untuk memberikan arahan kepada saya menuju hotel tempat saya akan menginap. Di atas peta kertas gadis itu, gadis itu menggambarkan rute yang harus saya lalui dengan sebuah garis. Saya mendapatkan gambaran yang cukup baik dengan rute yang digambarkan itu, hanya saja saya sering kesulitan memahami peta. Di tourist information saya juga melihat sebuah brosur yang bertuliskan free wifi hotspot, lalu saya bertanya kepadanya, dan yihaaa… ia mengatakan boleh, gratis. Ia lalu memberikan saya form kecil yang telah berisikan password hotspot, lalu saya memberikannya passport saya untuk di-copy. Saya saya bebas mengakses internet diseluruh kota Kobe. Rupanya pemerintah lokal telah menempatkan ribuan hotspot disetiap sisi dan sudut kota, di warung, restoran, toko, kuil, terminal dan lain sebagainya. Dan saya sangat menikmati kases internet setiap hari selama berada di sana. Hotspot itu sangat membantu saya untuk menggunakan GPS dari smartphone saya, mencari lokasi tertentu hingga mencari rumah makan.

Saya memang ke Kobe untuk menghadiri sebuah konferensi, namun apalah artinya jika telah berada di Jepang dan tidak mengunjungi Shrine yang telah menjadi ikon budaya Jepang, dan lokasi-lokasi wisata lainnya. Berhubungan waktu saya untuk presentasi masih dua hari lagi, maka saya menggunakannya untuk mejajal kota Kobe. Saya memutuskan utuk berjalan kaki mengunjungi Ikuta Shrine yang tidak terlalu jauh dari penginapan saya dan menelusuri sisi pasar tradisional Kobe hingga ke China Town. Dan Keesok harinya saya ingin menikmati suasana malam di Sanommiya Shopping Center.